Selasa, 21 Oktober 2014

THE MISTERIOUS GIRL

EPILOGUE



Segala sesuatu yang menyangkut Robin dan Fisa sudah lama tak kuketahui lagi. Robin sudah mendapat pacar baru, teman sekelasnya saat kelas delapan. Tetapi aku tak tahu, apakah hubungan mereka masih baik-baik saja?
By the way, tak terasa sekarang kami sudah kelas sembilan. Ini adalah tahun ketiga atau tahun terakhir kami belajar di Sekolah Menengah Pertama tercinta ini. Inilah saat-saat kami untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa, belajar, dan bekerja keras mendapat tujuan kami. LULUS UJIAN NASIONAL, DENGAN NILAI MEMUASKAN. Siapa yang tak mau?
Hingga kami duduk di bangku kelas sembilan seperti sekarang, Fisa tetap bersikap dingin padaku. Padahal kelasnya bersebelahan dengan kelasku, ia tetap bersikap cuek padaku. Aku sudah bersikap seperti orang sewajarnya. Lalu apa yang harus aku lakukan? Bukankah ia pernah menulis status facebook “Gak suka orang cuek”? Dia yang lebih dulu cuek. Apakah dia tidak tahu apa itu intropeksi diri?
Melihat dia tertawa bersama teman-teman sesama atlet panahan itu membuatku menggali beberapa masa lalu yang menyangkut Fisa. Semua yang kuceritakan sebelumnya. Harus kuakui, dahulu aku pernah iri hati padanya. Mungkin hingga sekarang, aku masih memiliki rasa iri lagi saat aku dihadapkan lagi pada Fisa.
Aku iri mengetahui bahwa dia termasuk cewek populer di sekolah, dia mempunyai banyak teman, dia atlet panahan yang berbakat, dan dia cantik dan manis (seperti kakaknya).
Tetapi aku sadar bahwa aku lebih beruntung dari dia dalam satu hal. Aku mengenal dan memiliki lebih banyak teman daripada Fisa, sedangkan dia hanya memilih-milih teman yang dia suka saja.
Jika rambutnya diurai, wajahnya terlihat lebih tua (mungkin bisa jadi kau bilang cabe). Rambutnya juga pernah diikat ekor kuda, tetapi poninya dibiarkan terurai di depan saat rambutnya memiliki belahan samping. Yang paling mengagetkanku adalah saat ia sering membetulkan poni bagian kanan dengan jari-jari tangan kanannya. Itu adalah hal yang biasa dilakukan Sandy dan Sena. Aku juga tahu bahwa mereka berdua memang dekat dengan Fisa.
Dan sekarang aku menjadi semakin beruntung. Aku memiliki teman yang tidak memengaruhi apa pun dariku, sedangkan penampilannya sekarang terpengaruh oleh penampilan temannya.
Aku tersenyum sendiri. Sambil melirik lagi ke arah Fisa di bawah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hal yang membuatku sedikit kaget adalah saat dia mengobrol denganku dan teman-teman yang lain di kelas tambahan LBB beberapa waktu lalu. Apakah dia masih ingat apa yang pernah kulakukan? Apakah dia merasa bahwa aku sedikit canggung dengannya?
Kini hubunganku dan Fisa semakin terlihat baik. Kami sering bertegur sapa saat bertemu. Kadang kami juga mengobrol dengan teman-teman yang lain. Aku pun merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua telah baik-baik saja. Menjalani kehidupan seperti sediakala.
Itulah semua yang terjadi padaku, yang kuceritakan padamu. It’s based on true story. Meskipun aku mengurangi bagian-bagian yang kuanggap tidak perlu diceritakan.
Aku meminta maaf karena aku menulis ini. Aku telah menulis beberapa hal yang dilakukan teman-temanku. Aku meminta maaf jika itu menyinggung mereka. Aku juga tak tega nama mereka akan tercantum dengan jelas di sini. Maka dari itu, semua nama yang kucantumkan di cerita ini adalah nama samaran, kecuali namaku, Vincentia Litta Christ Wijayanti.
Akhir kata, terima kasih telah membaca cerita ini. Terima kasih untuk orang-orang yang kuceritakan disini, sehingga aku bisa menuliskan tentang mereka. Thank you for everything J.[]

Blogger,
Vincentia Litta Christ Wijayanti



Kamis, 25 September 2014

THE MISTERIOUS GIRL

PART #2



Setiap tahun di sekolah kami ada lomba mading antarkelas. Setiap kelas memiliki tema-tema yang telah ditentukan dan periode untuk memasang madingnya. Dan tahun itu temanya adalah tentang Negara-negara di dunia. Kebetulan kelasku mendapat tema Perancis dan mendapat periode kedua.
Kelas Fisa mendapat periode pertama. Jadi kelasnya membuat, menyelesaikan, dan memasang mading lebih awal dari kelasku. Dua hari sebelum kelasnya memasang mading, teman-teman sekelasnya menyelesaikan mading hingga sore hari. Fisa menghubungi Robin untuk datang dan membantu teman-temannya. Tentu saja Robin mau melakukannya. Dan sehabis pulang dari sana, Robin berangkat les dan bertemu aku. Kelas tujuh aku memang satu LBB dengannya. Robin menceritakan padaku tentang ia tadi datang ke sekolah dan membantu teman-teman Fisa. Lalu teman-teman Fisa menjodoh-jodohkannya dengan Fisa dan sebagainya. Aku hanya heran. Kenapa ia mau dimanfaatkan oleh cewek seperti itu? Tetapi aku tak mau berkata apa pun. Aku hanya diam dan menyimpan pertanyaan itu di dalam hati.
Hari minggu digunakan kelas kami untuk mengerjakan mading di sekolah. Hampir semuanya terlihat sangat sibuk hingga kami pulang lebih dari tengah hari. Sebagian teman sudah pulang, tetapi beberapa masih tinggal di kelas, salah satunya aku, Robin dan temanku yang bernama Barbara. Karena Barbara mengendarai motor dan di luar sedang hujan ia pamit untuk pulang terlebih dahulu.
Kini hanya tinggal aku dan Robin. Aku merasa biasa saja dengannya, dia juga sudah biasa denganku. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia duduk di karpet depan (beberapa kelas dari sekolah kami berkarpet) sambil sibuk internetan dengan wifi sekolah melalui laptopnya. Aku duduk di bangku paling depan untuk internetan juga melalui ponsel. Aku membuka akun facebook-ku, lalu menulis status “Ketemu minisize lagi. Di kantin, koperasi, di perpus, di depan sekolah. Bosan ah.” Aku tak tahu apa yang ada di pikiranku saat itu. Tetapi saat melihat Robin, aku selalu teringat pada Fisa.
Beberapa kali Robin telah bekerja banyak untuk kelas Fisa, sementara untuk kelasnya sendiri ia juga bisa dibilang banyak bekerja. Tetapi yang tidak kusuka dari Robin adalah dia mengerjakan mading kelas kami sambil sms-an dengan Fisa. Dasar anak tak tahu waktu! Aku tahu dia tak ingin bila Fisa marah padanya kalau-kalau Robin tak membalas sms-nya. Mungkin karena hal itu pernah terjadi, ia tak mau mengulanginya lagi.
Malah, jam empat pagi saja mereka sudah sms-an sejak di Kampung Inggris, Pare. Hal itu membuat temanku yang sekamar dengan Fisa terganggu. Dia mengakui bahwa jam empat pagi semua anak di kamar itu masih tidur, dan kebetulan kasurnya bersebelahan dengan kasur Fisa. Fisa meletakkan handphone-nya di kasur. Nah, pagi-pagi sekali. Itulah saat handphone Fisa bergetar sangat keras sampai mengganggu temanku itu. Sangat-sangat tidak penting.
Aku tahu hal segala hal tentang Fisa karena diberi tahu teman-temanku. Sudah kuberi tahu sebelumnya bahwa sebagian besar anak cewek di kelasku juga tak menyukai Fisa. Maka hampir setiap kali kami berkumpul, kami selalu membicarakan Fisa. Bisa dibilang menggosip sih, tetapi… ah sudahlah!
Pertengahan bulan Maret pun tiba. Itulah hari ulang tahun Fisa. Robin pun mengucapkan selamat ulang tahun kepada Fisa, melalui SMS tentunya dan status facebook. Tetapi hanya beberapa orang yang mengerti makna dari status facebook itu, termasuk aku. Ia menulis status itu dua atau tiga hari setelah ulang tahun Fisa dan di status itu ia tidak menandai Fisa. Aku lupa tepatnya, tetapi aku ingat statusnya bertuliskan “Congrats ya dik”. Aku memang tahu bahwa status itu ditujukan untuk Fisa. Aku juga baru menyadari bahwa mereka adalah “kakak-adik” dalam sapaan di SMS. Sungguh aneh kelakuan para remaja jaman sekarang.
Beberapa hari setelah hari ulang tahun Fisa, kelas tujuh dan delapan di sekolahku libur karena kakak-kakak kelas Sembilan di sekolahku sedang melaksanakan ujian sekolah tulis, termasuk kakak Fisa. Yah, bukan “libur” namanya jika guru-guru yang mengatakannya. Tetapi mereka menatakan “belajar di rumah” untuk lebih menghaluskan dan menyuruh siswa-siswinya untuk tetap belajar di waktu luang. Tetapi hasilnya, hanya sedikit yang belajar pada waktu senggang seperti itu.  
Oh ya, aku belum menyinggung tentang kakak Fisa. Kakaknya cantik (menurutku lebih cantik dari adiknya), putih (memang waktu itu kakaknya terlihat jauh lebih putih dari Fisa), dan juga seorang atlet. Mereka memiliki banyak kesamaan tentunya. Lagi-lagi teman-temanku membicarakan Fisa. Tetapi kali ini kakaknya juga disangkut-pautkan. Kata mereka, kak-adik itu sama, sama-sama kemayu kalau istilahnya orang Jawa. Sehingga kak-adik itu sering dibilang endhel. Hei, yang bilang begitu bukan hanya teman-temanku, tetapi juga teman-teman kakak Fisa.
Karena itu lagi-lagi aku menulis status di facebook, “Kakak adik sama saja, sama-sama cantik, tapi sama-sama kemayu.” Aku ingat betul aku menulis status itu saat malam Paskah. Meski begitu, aku tak tahu apakah mereka atau Fisa membaca statusku itu. Aku berharap ia tidak tahu dan tidak membacanya. Atau dia membacanya tetapi tak tahu bahwa ia dan kakaknya yang kumaksud di situ.
Kembali ke liburan tadi. Teman-teman sekelasku mengadakan acara hiburan sejenis bermain atau bahasa Jawanya dolan. Teman-temanku memilih untuk berkeliling dengan becak cinta. Itu lho, kendaraan yang dikayuh oleh empat orang dengan lampu warna-warni pada badan kendaraannya. Awalnya naik becak cinta dilakukan siang hari yang dihadiri hanya 7 anak, termasuk aku dan Robin. Menurut penglihatanku saat itu, temanku yang bernama Josi selalu seperti mencari-cari perhatian Robin. Sungguh, aku tak suka melihatnya. Aku jijik dengan cewek yang termasuk criteria 2C dan 2G (Centil, Caper, Genit, Gatel) seperti itu. Kurasa Josi telah menyukai Robin. Meski begitu Josi adalah orang yang cantik, punya banyak bakat dalam bidang seni, lebih pintar dari Fisa, dan lebih tinggi dari Fisa (tetapi aku yang lebih tinggi). Tetapi Robin tidak merespon semua perkataan Josi. Ia hanya terlihat biasa saja.
Tiga hari kemudian, teman-teman mengadakan lagi acara naik becak cinta. Hanya kali ini, acaranya diselenggarakan malam hari. Aku tidak ikut karena pastinya aku tidak diizinkan ibuku, padahal aku sungguh ingin. Josi pun begitu. Tetapi Robin dan 7 anak lainnya sangat antusias untuk mengikutinya.
Esoknya aku pergi ke rumah temanku yang bernama Ema untuk mengerjakan tugas biologi bersama. Di sela-sela mengerjakan bersama, dia bercerita tentang Robin dan Fisa. Kuakui aku antusias mendengar dia bercerita tentang mereka berdua. Katanya informasi ini ia dapatkan dari Barbara yang juga dekat dengan Robin. Lagipula Barbara juga dekat dengan Ema dan Ema juga dekat denganku. Jadi aku bisa dengan cepat mengetahui segala sesuatu tentang Robin.
Ema bercerita bahwa saat akan naik becak cinta di malam hari, Robin menyempatkan untuk curhat pada Barbara. Robin mengatakan bahwa Fisa meminta pulsa sebesar lima ribu rupiah saja pada Robin. Tetapi Robin menolak sehingga Fisa menjadi kesal padanya dan menulis status facebook, “Tambah suwi tambah megelne puoll cah kuwi.”
Aku sungguh tidak menyangka dengan kelakuan Fisa yang seperti itu. Sebetulnya aku juga tak tahu alasan Fisa meminta pulsa dan alasan Robin menolak. Aku mengasumsikan bahwa Fisa seperti meminta hadiah ulang tahunnya. Malah Ema mengasumsikan bahwa Fisa itu cewek matre. Memang terdengar kasar, tetapi mungkin itu bisa jadi salah satu buktinya.
Kejadian itulah yang menyebabkan hubungan antara Fisa dan Robin memiliki banyak kerenggangan. Bahkan bisa dikatakan berakhir. Rumor tentang hubungan Robin dan Fisa mereda meskipun teman-teman perempuan sekelasku masih tidak menyukai Fisa. Dan rupanya Fisa masih memusuhi temanku yang bernama Anera sejak Fisa dekat dengan Robin. Aku menjadi merasa kasihan pada Anera. Ia mengaku padaku bahwa ia bukan tidak menyukai Fisa dan tidak ingin memusuhi atau dimusuhi siapapun, termasuk Fisa.
Fisa memang orang yang aneh. Hanya karena silsilah keluarga kelasku yang sepele ia memusuhi Anera. Memang, kelas kami mempunyai silsilah keluarga yang terdiri dari generasi pertama sampai generasi terakhir. Anera dipasangkan teman-teman dengan Robin yang menjadi generasi kedua. Hal itu membuat anak-anak kelas kami memanggil Anera dengan sebutan “Mama” dan Robin dengan sebutan “Papa”. Terdengar lucu memang, tetapi si aneh Fisa itu justru salah menafsirkannya.
Waktu pun terus berjalan. Hingga Robin dikabarkan berpacaran dengan ketua kelasku yang merupakan temanku dari TK. Sejujurnya, aku sangat terkejut meskipun aku tidak tahu pasti kebenarannya. Rumor mengatakan bahwa Robin “menembak”-nya di depan SMA 1. Kebetulan saat-saat itu ketua kelas dan tiga teman lain sering ke rumah Robin untuk latihan dance dan rumah Robin hanya kira-kira 200 meter dari SMA 1.
Beberapa minggu kemudian saat masa-masa akhir kelas tujuhku murid-murid kelas tujuh dan delapan yang beragama non-islam mengikuti tes kompetensi agama di ruang perpustakaan. Sambil menunggu giliran, aku dan beberapa temanku, termasuk Robin mengisi waktu luang dengan bercanda. Tetapi semakin lama Robin mem-bully aku. Aku hanya tertawa dan menganggap itu merupakan candaan. Namun lama-lama dia berbicara pada temanku laki-laki yang kukenal sejak TK, Gary dan di depanku dia berkata frontal begini, “Litta gak oleh ngalah. Tapi Litta kudu kalah”
Aku diam. Kata-kata itu sungguh menusukku. Aku menatapnya sejenak. Aku bisa melihat bahwa dia tersenyum setelah mengucapkannya. Aku tahu betul makna di balik kata-kata itu. Tetapi bukan berarti dia bisa berbicara seenaknya padaku.
Aku tahu bahwa dia sudah menjadi sainganku dan Ema dalam setahun itu, saat menjadi murid kelas tujuh. Aku dan Ema sangat susah payah berusaha untuk mengalahkannya. Dan saat itu aku dan Ema belum tahu apakah kami masih sudah mampu mengalahkannya atau belum. Jujur saja, kadang aku merasa iri saat dia menjadi murid kesayangan salah satu guru dan mendapat pujian dari guru yang lain. Juga saat dia mendapat nilai yang tinggi dari nilai yang kudapatkan.
Saat aku mendapat nilai yang lebih tinggi, aku tahu Robin juga kesal padaku. Tidak, lebih tepatnya iri. Bahkan dia sendiri yang mengungkapkan padaku bahwa nilainya mungkin tak akan serendah itu atau nilaiku tak akan lebih tinggi, atau komentar-komentar lain. Selesai dia berkata begitu, aku biasanya tak mengeluarkan komentar apa pun. Aku hanya tersenyum. Ya, tersenyum sambil memikirkan apa yang selanjutnya akan ia lakukan padaku?
Aku menceritakan hal-hal yang terjadi di perpustakaan itu pada Ema, juga kata-kata yang keluar dari mulut Robin. Ema juga mengungkapkan bahwa ucapan itu benar-benar menusuk hati dan rupanya dikatakan dengan jujur dan mendalam. Ema takut. Aku pun takut, bahkan gelisah. Aku tak boleh membiarkannya menduduki posisi ranking satu di kelas itu yang awalnya adalah milikku. Ema juga tak mau kalah dari cowok itu.
Hari pembagian rapor kenaikan kelas pun tiba. Karena wali kelasku sudah meninggal dunia beberapa hari sebelum pembagian rapor, maka pembagian rapor kelasku dilakukan oleh guru yang lain. Rapor dari masing-masing siswa dibagikan kepada orang tua masing-masing, dan raporku diambil oleh ibuku. Jantungku berdetak sangat kencang. Aku lebih banyak diam. Aku gelisah. Apakah Robin sudah mendapatkan keinginannya? Aku hanya menunggu ibuku keluar kelas dan menunjukkan hasil raporku.
Beberapa lama kemudian, ibuku muncul keluar kelas. Aku melihat jumlah nilai raporku. Sungguh mengecewakan. Turun tiga angka dari jumlah nilai rapor semester satu. Aku diam. Rasanya ingin menyesali diri. Bagaimana bisa aku begini? Lalu berapa jumlah nilai Robin?
Teman-temanku mengajak untuk melihat daftar ranking yang dipegang guruku. Aku sungguh terkejut. Ema tidak bisa masuk tiga besar ranking kelas kami. Aku tahu dia sangat kecewa. Tetapi aku juga tidak bisa berkata apa pun.
Aku tercengang saat mendengar namaku disebut guruku bahwa aku mendapat ranking satu. Ranking satu? Aku melihatnya di daftar ranking yang dipegang guruku itu. Ranking satu. Ya, aku berhasil mempertahankan posisiku. Aku sedikit puas dengan apa yang kudapatkan.
Robin ternyata menempati ranking dua. Aku tidak bisa sombong begitu saja padanya. Aku juga harus tahu diri. Karena dia pernah memberiku kata-kata motivasi, belum bisa disebut motivasi sebenarnya, aku mengucapkan terima kasih untukknya. Tetapi yang kusesali adalah aku melupakan kata-kata itu. Aku masih mencari dan mencoba mengingat-ingat hingga sekarang.
Dan ibuku bercerita bahwa ibunya Robin bertanya pada ibuku, “Bu, berapa jumlah nilai rapornya Vincentia?” Lalu aku tertawa mengetahui bahwa ibu Robin mengajukan pertanyaan seperti itu. []

Kamis, 21 Agustus 2014

THE MISTERIOUS GIRL

PROLOGUE

Cewek itu benar-benar membuatku bertanya-tanya. Ia terlihat sedang menulis sesuatu dan tertawa bersama anak-anak yang lain di lantai bawah. Aku tahu bahwa anak-anak itu adalah atlet-atlet yang sudah membawa nama baik sekolah ini ke tingkat nasional, termasuk cewek itu. Bila dilihat, tak ada yang salah dengan dirinya. Ia punya bakat sebagai atlet, cantik, dan punya banyak teman. Tetapi bila dilihat jauh lebih dalam, aku tahu bahwa cewek itu pernah memiliki masalah dengan banyak teman, dan aku mengira aku terlibat di dalamnya secara tidak langsung.
Dua hari sebelumnya, aku bertemu dengannya di lembaga bimbingan belajar. Aku baru tahu saat itu bahwa dia ikut bimbel di sana. Untung saja aku berbeda jadwal bimbel dengannya. Waktu itu aku sedang menanyakan kwitansi pembayaran yang penulisannya salah kepada kakak resepsionis LBB. Dan saat aku keluar ruangan, aku melihat dia bersama temannya yang dulu satu kelas dengannya di kelas delapan dan anak-anak yang lain. Aku secara spontan tersenyum dan menyapa cewek itu dan teman akrabnya. Hanya satu kata saja. “Hai”, begitu aku menyapa. Tak ada respon sama sekali dari mereka berdua. Hanya anak-anak lain yang kukenal yang membalas dengan tersenyum padaku. Dari situ aku sadar bahwa aku juga pernah secara tidak langsung membuat masalah pada teman akrab cewek itu.


PART #1
Kejadian awal  bermula di kelas tujuh, saat teman sekelasku yang bernama Doni menyukai cewek itu yang anggap saja namanya Fisa, yang berasal dari kelas lain. Doni selalu bercerita padaku bahwa Fisa itu cantik, atlet yang hebat, dan blab bla bla. Bahkan ia juga sering menyebutkan nama Fisa secara frontal di social media. Waktu demi waktu, Fisa tahu bahwa Doni menyukainya. Tetapi sepertinya dirinya juga sebal dengan kelakuan Doni yang menurutnya terlalu berlebihan. Tak tahu bagaimana asal-usulnya, Fisa lama-kelamaan malah dekat dengan salah satu teman Doni, Robin.
Semakin Fisa dekat dengan Robin, semakin renggang pertemanan antara Doni dan Robin. Fisa sering sms-an dengan Robin. Bahkan Doni sudah tahu hubungan di antara Fisa dan Robin. Beberapa waktu kemudian, Doni sudah tidak peduli tentang Fisa lagi. Ia mulai menyukai cewek lain yang rupanya sahabatku sejak sebelum masuk TK. Dia memintaku untuk membantunya berbicara dengan sahabatku itu. Aku jadi penengah, begitulah bahasanya. Jadi, mereka berbicara secara tidak langsung, tetapi dengan perantaraku. Dan aku tak menceritakannya lebih jauh di sini karena aku tak enak rasa dengannya dan tentunya dengan sahabatku.
Kabar mengejutkan datang dari teman-temanku. Mereka mengatakan bahwa Fisa dan Robin telah menjalin suatu status yang kalau anak sekolahan mengatakan TTM (Teman Tapi Mesra). Sejujurnya aku juga tak tahu sejauh apa hubungan mereka atau mereka memang telah berpacaran, aku selalu mendengar beritanya dari teman-temanku yang rupanya tidak menyukai Fisa.
Mereka mengatakan bahwa Fisa itu minisize, sindiran untuk anak yang ukuran tubuhnya terlihat pendek. Rupanya Robin tak senang dengan hal itu. Robin protes dengan Agni, teman curhatnya yang juga mengatakan Fisa minisize. Mereka merang sering saling curhat saat itu. Tetapi Agni juga sebal pada Robin karena bukan Agni yang membuat julukan itu, tetapi teman-teman yang lain.
Sebelumnya, di bulan Januari pada kegiatan Pramuka aku pernah satu kelompok dengan Fisa. Awalnya kukira dia biasa saja, tetapi ternyata memang menyebalkan. Kegiatan pramuka itu dibagi menjadi beberapa games, di antaranya morse, semaphore, cerdas-cermat, tali-temali, balap karung, estafet tepung, tusuk balon, dan mencari harta karun. Aku sangat ingin mengikuti cerdas-cermat karena aku yakin aku bisa melakukannya. Ternyata dia dan salah satu temannya yang ngotot mengikutinya. Aku benar-benar sangat ingin memprotesnya saat itu juga, tetapi apa daya, ketua reguku juga orang yang dekat dengan Fisa. Jadi aku juga tak bisa melakukannya begitu saja.
Kau tau apa peranku? Jawabannya sangat memalukan. Aku ditugaskan untuk bermain tusuk balon, estafet tepung, dan tali-temali. Aku sungguh menolak bermain tusuk balon karena aku trauma bahwa bibirku pernah luka karena kecelakaan yang kecil, tetapi lukannya sangat lama untuk sembuh.
Untuk tali-temali aku tak mau sebenarnya, tetapi ketua reguku memaksaku dan aku lagi-lagi mematuhinya. Menjadi anggota regu kadang memang menyebalkan. Aku tak tahu-menahu soal tali-menali. Belajar di buku saku pramuka, mendengarkan arahan dari ketua regu dan kakak pendamping juga membuatku sama sekali tak paham. Setidaknya aku tahu bentuknya meski tak paham caranya. Kulakukan semampuku saja, dan hasilnya… Setengah jam waktu untuk tali-temali dan hasil tali-temali dari kelompokku bila disenggol sedikit saja sudah ambruk. Sungguh memalukan.
Estafet tepung. Yang ini aku masih mau melakukannya. Yang ini butuh tiga orang dari masing-masing regu, yaitu aku, Fisa, dan temanku yang lain. Aku di depan, temanku itu di tengah, dan Fisa di belakang. Masing-masing peserta yang di sepan bertugas untuk mengambil tepung dari ember dengan telapak tangan lalu dioper ke teman belakangnya dengan tangan di atas kepala tanpa dioper lewat samping. Aku dan temanku itu berusaha sportif, walaupun seragam olahraga kami kotor terkena tepung. Tetapi Fisa mengoper ke piring di belakangnya dengan mengoper lewat samping. Walaupun hasilnya tak seberapa banyak, tetap saja dia berbuat curang. Dan anehnya, dia mengakuinya secara frontal di depan teman-teman seregunya, termasuk aku. Dasar tak punya malu!
Aku sungguh-sungguh kecewa dengan hasil cerdas-cermat yang dilakukan Fisa dan temannya. Bagaimana bisa mereka tak tahu nama depanku? Nama depanku Vincentia, Litta hanya nama tengahku. Tetapi mereka malah menulisnya “Litta” padahal perintahnya adalah menuliskan nama depan teman seregu, dan hanya aku yang nama depannya ditulis salah seperti itu. Alasannya adalah karena mereka tak tahu. Itu alasan yang kurang logis. Mereka selalu bertemu aku di ruang karawitan karena pelajaran karawitan kelas kami berdua dibuat satu kelas. Mereka juga seregu denganku. Apakah mereka tak membaca namaku yang sudah terpampang di seragamku? Bagaimana bisa mereka juga tak tahu siapa pemeran Hermione Granger dalam film Harry Potter? Seluruh dunia tahu bahwa dia Emma Watson. Mereka juga mengaku bahwa mereka mengintip sedikit jawaban dari regu yang duduk di sebelahnya, karena cerdas-cermat ini berbentuk tulisan bukan secara langsung. Dasar bocah-bocah bodoh!
Aku sudah tahu dari awal kalau reguku takkan bisa menjadi juara di kegiatan ini. Meskipun aku tak mengharapkan banyak, aku hanya ingin meraih hakku saja. Andai saja Fisa masih bisa bertoleransi padaku, memberiku kesempatan, dan bersikap sportif. Aku tak akan mengalami sekecewa ini padanya, juga pada reguku sendiri.[]  

Kamis, 31 Juli 2014

Hanya menulis, itu saja!

Jujur, aku tak tahu harus memulai dari mana. Aku juga tak mengerti apa yang akan aku utarakan di sini. Aku hanya ingin menulis. Ya, menulis. Mengungkapkan apa yang aku rasakan di sini. Tetapi, apa yang harus aku lakukan? Aku tak pandai mengungkapkan segala sesuatu dengan tulisan. Aku juga tak pandai merangkai kata-kata menjadi sebuah tulisan yang enak untuk dibaca.
Dibaca. Asal kau tahu, aku juga senang membaca. Entah aku suka atau tidak, itu kesimpulan akhirku. Yang jelas, apa yang perlu dan ingin kubaca, akan kubaca. Dan apa yang aku baca? Jawabannya: banyak. Mulai dari buku-buku catatan sekolah yang kutulis rapi karena untuk belajar (sebenarnya tulisanku tidak selalu rapi, hanya saja aku berusaha “merapikan” tulisanku karena aku tak ingin kesulitan membacanya saat mempelajari materinya lagi) dan tentunya buku-buku paket yang dipinjamkan perpustakaan sekolah.
Lalu buku-buku diary yang lama sekali kusimpan dan saat aku menemukannya di lemari bukuku yang paling bawah bertahun-tahun kemudian, warna kertasnya sudah menguning. Aku juga suka membaca koran, majalah, dan tabloid. Biasanya aku pergi ke perpustakaan sekolah untuk membaca koran, majalah, ataupun tabloid yang terbaru. Rubrik yang paling kusuka saat membaca koran adalah koper (Koran Pelajar) yang disusun oleh anak-anak pelajar dari kota maupun kabupaten Blitar. Koper itu memuat tentang informasi-informasi yang menyangkut berbagai kegiatan pelajar. Biasanya juga ada tips-tips untuk hal-hal tertentu.
Sebagai remaja, tentunya aku juga suka sekali dengan yang namanya novel. Novel remaja, novel terjemahan, novel fiksi, novel inspiratif, bahkan novel yang sudah diangkat menjadi film. Novel-novelnya itu ada yang aku punya sendiri, pemberian orang, pinjam teman, pinjam di perpustakaan sekolah, membaca di perpustakaan kota, dan bahkan aku perlu menabung untuk membeli novel yang aku inginkan
Aku beri contoh beberapa novel yang pernah kubaca. Novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor karya Andrea Hirata dari tetralogi Laskar Pelangi yang telah menjadi best seller di beberapa Negara itu dan sudah diangkat menjadi film. Untuk novel terjemahan, aku paling suka tulisan karya Rick Riordan. Penulis yang lahir pada 5 Juni 1964 ini mampu membius para pembaca karya-karyanya di sekitar 35 negara. Mengapa tidak? Beberapa novelnya best seller di Negara-negara tersebut. Cerita-cerita fantasinya juga sangat menarik dan membuat penasaran pembacanya. Salah satunya yang seri bestseller Percy Jackson and The Olympians. Bahkan menurutku, setelah novel The Blood of Olympus yang menjadi buku kelima seri The Heroes of Olympus yang akan dirilis pada 7 Oktober nanti dan juga menjadi bestseller, seri The Heroes of Olympus juga kan menjadi seri bestseller.
Bagaimana dengan J. K. Rowling? Tenang saja, aku juga suka karya-karyanya. Hanya saja, aku masih menonton film Harry Potter-nya yang fenomenal itu, belum pernah membaca novelnya. Jika ada kesempatan, aku akan membacanya. Mungkin akan lebih banyak kejutan menarik di novelnya.
Sebenarnya masih banyak penulis yang aku suka. Contohnya John Green, Stephen Chbosky, Dee, Ilana Tan, dan masih banyak lagi. Tetapi kalau aku menceritakan satu-satu di sini kau pasti akan muak membacanya, begitupun aku. Aku juga tak tahu kau akan membaca tulisan ini atau tidak, karena aku bukan peramal, buka begitu?

Kurasa sampai sini saja aku belajar untuk mengungkapkan semua ini di sini. Tak terasa memang. Aku juga tahu bahwa ini bukan apa-apa dibanding yang lainnya. Tetapi aku hanya masih belajar satu hal: Aku ingin menuliskan isi hatiku, mengungkapkan segala yang aku ingin curahkan, di sini. Itu saja.

Jumat, 14 Februari 2014

Hai guys, udah lama nih gak nge post. Sibuk SocMed mulu nih. Ngomongin soal socmed, aku punya akun-akunnya nih. Add or follow me yaa...

Facebook : Vincentia Litta Christ Wijayanti
Twitter : @vincentialitta2
Google plus : Vincentia Litta
Ask.fm : @vincentialitta2
e-mail : vincentialitta@yahoo.com or vlittacw@gmail.com

Oh ya aku bilangin ya, twitterku yang lama @litta_cw udah gak kepake lagi. Gantinya @vincentialitta2 yang udah aku tulis di atas. By the way, kalau mau folback, mention ya....

See you next time ^^

Minggu, 01 Desember 2013

Maudy Ayunda-Cinta Datang Terlambat

Tak ku mengerti kenapa begini
waktu dulu ku tak pernah merindu

tapi saat semuanya berubah
kau jauh dari ku pergi tinggalkan ku
mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah terhiraukan rasamu
dulu…
aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa
cinta datang terlambat

tapi saat semuanya berubah
kau jauh dari ku pergi tinggalkan ku
mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah terhiraukan rasamu
dulu…
aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa kini
cinta datang terlambat

mungkin memang ku cinta
mungkin memang ku sesali
pernah terhiraukan rasamu
dulu…
aku hanya ingkari
kata hatiku saja
tapi mengapa kini
cinta datang terlambat
cinta datang terlambat…

Senin, 21 Oktober 2013

Lirik Lagu Pink-Just Give Me A Reason dan Adera-Lebih Indah

Di sekolahku kira-kira sebulan yang lalu ngetren lagu Pink-Just Give Me A Reason dan Adera-Lebih Indah. Gara-gara ada yang nyanyiin itu waktu pensi. Jadinya, ya gitu dech.. Oke, to the point aja deh...

Lirik Lagu Pink - Just Give Me A Reason

Right from the start
You were a thief
You stole my heart
And Im your willing victim
I let you see the parts of me
That weren’t all that pretty
And with every touch you fixed them

Now you’ve been talking in your sleep oh oh
Things you never say to me oh oh
Tell me that you’ve had enough
Of our love, our love

(Chorus)
Just give me a reason
Just a little bit’s enough
Just a second we’re not broken just bent
And we can learn to love again

It’s in the stars
It’s been written in the scars on our hearts
That we’re not broken just bent
And we can learn to love again

I’m sorry I don’t understand
Where all of this is coming from
I thought that we were fine
(Oh we had everything)
Your head is running wild again
My dear we still have everythin’
And it’s all in your mind
(Yeah but this is happenin’)

You’ve been havin’ real bad dreams oh oh
You used to lie so close to me oh oh
There’s nothing more than empty sheets
Between our love, our love
Oh our love, our love

(Chorus)
Just give me a reason
Just a little bit’s enough
Just a second we’re not broken just bent
And we can learn to love again

I never stopped
You’re still written in the scars on my heart
You’re not broken just bent
And we can learn to love again

Oh tear ducts and rust
Ill fix it for us
we’re collecting dust but our love is enough
You’re holding it in
You’re pouring a drink
No nothing is as bad as it seems
We’ll come clean

(Chorus)
Just give me a reason
Just a little bit’s enough
Just a second we’re not broken just bent
And we can learn to love again

It’s been written in the scars
It’s been written in the scars of our hearts
That we’re not broken just bent
And we can learn to love again

Just give me a reason
Just a little bit’s enough
Just a second we’re not broken just bent
And we can learn to love again

It’s benn written in the scars
It’s been written in the scars on our hearts
That we’re not broken just bent
And we can learn to love again
Oh we can learn to love again
Oh we can learn to love again oh oh
That we’re not broken just bent
And we can learn to love again

Lirik Lagu Adera - Lebih Indah


    Saat ku tenggelam dalam sendu
    Waktupun enggan untuk berlalu
    Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku
    Entah untuk siapapun itu

    Semakin ku lihat masa lalu
    Semakin hatiku tak menentu
    Tetapi satu sinar terangi jiwaku
    Saat ku melihat senyummu

    Dan kau hadir merubah segalanya
    Menjadi lebih indah
    Kau bawa cintaku setinggi angkasa
    Membuatku merasa sempurna
    Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
    Berdua denganmu selama-lamanya
    Kaulah yang terbaik untukku

    Kini ku ingin hentikan waktu
    Bila kau berada di dekatku
  
    Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku
    Kan ku petik satu untukmu

    Dan kau hadir merubah segalanya
    Menjadi lebih indah
    Kau bawa cintaku setinggi angkasa
    Membuatku merasa sempurna
    Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
    Berdua denganmu selama-lamanya
    Kaulah yang terbaik untukku

    Kaulah yang terbaik untukku

    Ku percayakan seluruh hatiku padamu
    Kasihku satu janjiku kaulah yang terakhir bagiku

    Dan kau hadir merubah segalanya
    Menjadi lebih indah
    Kau bawa cintaku setinggi angkasa
    Membuatku merasa sempurna
    Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
    Berdua denganmu selama-lamanya
    Kaulah yang terbaik untukk